November 2022. Perubahan tutupan lahan dari lahan belum terbangun menjadi lahan terbangun adalah masalah limpasan air hujan. Pada kondisi belum terbangun (alami), jika ada hujan proses terjadinya limpasan berjalan lebih lambat dan lebih rendah air hujan akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) terlebih dahulu sebelum mengalir di atas permukaan tanah, dan menuju alur-alur saluran atau sungai, sehingga limpasan lebih rendah. Sebaliknya seiring dengan peningkatan pembangunan mengakibatkan berkurangnya lahan resapan karena permukaan menjadi kedap dan pada akhirnya jika ada hujan hanya sebagian kecil yang meresap dan sebagian besar menjadi limpasan. Jika tidak ada sarana penyaluran atau kapasitas penyaluran tidak cukup akan menimbulkan genangan. Di sisi lain, dari aspek konservasi penurunan resapan akan berdampak pada penurunan muka air tanah.

Biopori adalah teknologi alternatif dan sederhana untuk penyerapan air hujan selain dengan sumur resapan. Peresapan air permukaan ini diharapkan sebagai salah satu upaya konservasi air. Biopori tersebut nantinya juga akan digunakan sebagai pengolah sampah organik rumah tangga serta seresah tanaman dari taman dan ruang terbuka hijau di suatu kawasan.

Tim pengabdian dari Departemen Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro yang terdiri atas Ibu Anik Sarminingsih, Ibu Sri Sumiyati dan Bapak Wiharyanto Oktiawan beserta tim mahasiswa Ash Habul Kahfi dan Filial Dhiya Thifalina melakukan pemasangan biopori pada Kawasan Pondok Pesantren Galang Sewu yang terletak di Kelurahan Tembalang, Kota Semarang. Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah agar Masyarakat dapat memahami dan dapat menanamkan kesadaran akan pentingnya lahan terbuka untuk peresapan air hujan ke dalam tanah serta mampu mengurangi buangan sampah organik ke TPS.

   

Kegiatan pengabdian dilakukan pada Bulan Oktober hingga Bulan November 2022. Pelaksanaan kegiatan pengabdian diawali dengan melakukan sosialisasi dan dialog interaktif serta contoh pembuatan biopori yang dapat diterapkan di sekitar pesantren.