Riset ini dilakukan oleh tim yang beranggotakan empat orang, yaitu M. Arief Budihadrjo S.T., M.Eng.Sc., Env.Eng. Ph.D. dan Bimastyaji Surya Ramadan, S.T., M.T, serta dua anggota mahasiswa, Julia Nur Rizkiana dan Sheila Nurul Adhana. Riset yang dilakukan berjudul Studi Kelayakan Refuse Derived Fuel (RDF) Plant di TPA Jatibarang.

Artikel ini merupakan media release tanpa mengurangi makna originalitas riset saat akan dipublikasikan secara formal di media lain. Hasil lengkap riset ini sepenuhnya milik M. Arief beserta tim penelitian.

Saat ini zona pasif TPA Jatibarang sudah ditutup dengan geomembran dan diekstrak gas metannya untuk diubah menjadi energi listrik. Pemerintah Kota Semarang bekerja sama dengan Pemerintah Denmark, DANIDA, dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Proyek ini juga sudah melakukan kontrak kerjasama pembelian listrik dengan  PLN untuk 8 tahun kedepan. Setelah proses ekstraksi gas metan selesai, zona pasif dapat dipakai kembali dan sampahnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pendamping batubara, yang biasa disebut Refuse Derived Fuel (RDF).

Refuse Derived Fuel atau RDF adalah  hasil pemisahan sampah padat perkotaan antara fraksi yang mudah terbakar dengan fraksi yang sulit terbakar. RDF berasal dari sampah yang mudah terbakar dan memiliki nilai kalor tinggi, seperti plastik, kertas, kain, dan karet/kulit. Saat ini belum banyak kota di Indonesia yang memiliki fasilitas pengolahan RDF. Oleh sebab itu, riset ini bertujuan untuk meninjau kelayakan dari RDF Plant di TPA Jatibarang.

RDF Plant TPA Jatibarang direncanakan dapat mengolah 250 ton sampah per hari. Bahan baku utamanya berasal dari sampah zona pasif yang ditambang dan dicampur dengan sampah aktif yang masuk ke TPA setiap harinya dengan perbandingan 2:1. Proses pengolahan sampah menjadi RDF di TPA Jatibarang terdiri dari penambangan dan pengayakan sampah zona pasif, pemilahan sampah aktif, pemisahan berat, pemisahan magnetis, pencacahan, pengeringan, pemadatan, penyimpanan, dan pengangkutan ke industri pembeli. Setiap harinya sebanyak 75 ton RDF dapat dihasilkan dengan kualitas nilai kalor 2.980 kkal/kg dan kadar air kurang dari 20%. Harga jual RDF per ton adalah Rp 300.000 dengan target pasar penjualan RDF yaitu pabrik semen di Jawa Tengah.

Pengolahan sampah dari zona pasif dan sampah aktif di TPA Jatibarang berdampak pada keberlanjutan zona TPA. Pemanfaatan sampah zona pasif menyebabkan rehabilitasi zona sehingga dapat digunakan kembali setelah ditambang 30 tahun. Penggunaan sampah aktif sebagai campuran RDF juga dapat mengurangi jumlah sampah yang masuk ke landfill sebanyak 30.300 ton per tahun. Akan tetapi, terdapat dampak negatif terhadap lingkungan dari penggunaan RDF, yaitu produksi dioksin yang berasal dari sampah plastik. Dioksin merupakan senyawa berbahaya yang muncul akibat pembakaran tidak sempurna dengan temperatur kurang dari 800 . Oleh sebab itu, penjualan RDF tidak direkomendasikan ke industri rumah tangga, melainkan ke pabrik semen dimana pembakaran terjadi pada temperatur sangat tinggi. Dalam hal ini, penggunaan RDF sebagai bahan bakar pendamping di pabrik semen aman dilakukan.

Implementasi RDF Plant di TPA Jatibarang dengan nilai ekonomis investasi 30 tahun dan tingkat suku bunga berdasarkan weighted average cost of capital (WACC) 2%, didapatkan keuntungan bersih rata-rata yang diperoleh setelah masa pinjaman habis ialah sebesar Rp 11.297.558.753/tahun. Berdasarkan analisis sensitivitas diketahui bahwa proporsi sumber pembiayaan dan tingkat suku bunga mempengaruhi hasil NPV, PP, dan IRR. Hasil analisis kelayakan finansial adalah NPV sebesar Rp 204.007.067.683,  Payback Period selama  7 tahun, dan nilai IRR sebesar  23%.  Berdasarkan hasil analisis aspek teknis, lingkungan dan finansial, RDF Plant di TPA Jatibarang layak untuk dijalankan. Pengolahan sampah menjadi RDF di TPA Jatibarang diharapkan dapat menjadi salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan sampah di TPA Jatibarang.